Berly Martawardaya Soroti Pergantian Sri Mulyani Momentum Terapkan Soemitronomics


Jakarta
– Ekonom dan pengajar FEB UI, Berly Martawardaya, menyoroti reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto secara mendadak dengan mengganti lima menteri, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 8 September 2025 lalu, ini merupakan kesempatan bagi pemerintah untuk menerapkan Soemitronomics.

Pandangan itu ia sampaikan dalam diskusi terbatas Forum Salemba Depok pada September 2025, yang digagas alumni lintas fakultas Universitas Indonesia.

Berbicara terkait Sri Mulyani, ekonom Universitas Indonesia, tercatat menjabat sebagai Menteri Keuangan di era Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo, hingga Prabowo.

Reputasinya diakui karena kompetensi dan integritasnya, baik di dalam maupun luar negeri.

Penggantinya adalah Purbaya Yudhi Sadewa, sebelumnya Direktur Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan pernah menjabat sebagai Deputi di Kantor Staf Presiden (KSP) serta Kemenko Maritim dan Investasi. Dalam setiap perubahan selalu ada peluang dan tantangan.

Berly mencontohkan, saat Sri Mulyani dipanggil kembali oleh Jokowi tahun 2016, salah satu langkah awalnya adalah mengoreksi arah kebijakan dan memangkas belanja pemerintah pusat hingga Rp50 triliun.

Majalah The Economist beberapa bulan lalu menulis bahwa Prabowo memandang kemenangannya di Pilpres sebagai peluang menerapkan pemikiran ayahnya, Soemitro Djojohadikusuma, begawan ekonomi Indonesia, dekan pertama FEUI yang orang Indonesia, sekaligus menteri ekonomi di era Presiden Soekarno dan Soeharto.

Berly, yang juga Fellow di Soemitro Center (dipimpin oleh cucu Pak Mitro, Saraswati Djojohadikusumo), menegaskan bahwa Soemitronomics menekankan peran negara dalam mentransformasi struktur ekonomi melalui, yaitu industrialisasi, keseimbangan pusat-daerah, dan kredit rakyat.

Menurutnya, keseimbangan jangka panjang, menengah, dan pendek sangat penting. Ia mengingatkan kutipan Keynes: “In the long run, we are all dead.”

Menkeu Purbaya, lanjutnya, perlu menyeimbangkan alokasi APBN, pertama Jangka panjang: Program makan bergizi gratis & sekolah rakyat. Kedua, Jangka menengah: Industrialisasi dan infrastruktur, ketiga Jangka pendek: Padat karya & bansos untuk meningkatkan daya beli rakyat.

Ia juga menyoroti perlunya meningkatkan transfer daerah yang dipotong di APBN 2025, karena berpotensi melemahkan ekonomi lokal dan memaksa banyak pemda menaikkan pajak/retribusi akibat penerimaan yang turun mendadak.

Akhir diskusi. Berly dengan menekankan bahwa pengalaman Purbaya di sektor keuangan merupakan modal besar untuk memperkuat koordinasi dengan BI dan OJK, serta mengimplementasikan rekomendasi disertasi Pak Mitro yang menyoroti potensi besar kredit rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi ketimpangan.

Indonesia saat ini masih memiliki rasio kredit terhadap PDB yang lebih rendah dibanding Malaysia, Thailand, dan Singapura.

“Don’t waste the window of opportunity,” pungkas Berly. (*)


Posting Komentar

0 Komentar